DPP AWIBB Support Tim Hukum Merah Putih

Sinar7.com

Kabupaten Bekasi – Tim Hukum Merah Putih (THMP) Dalam Tim Kemenangan Nasional Prabowo Gibran tegaskan mendukung penuh program-program pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) terutama program-program kerakyatan khususnya untuk membantu masyarakat tidak mampu dalam persoalan hukum.

Tim Hukum Merah Putih (THMP) adalah sebagai wadah tempat berkumpulnya para advokat yang bergerak di bidang hukum, tentunya sangat bersemangat dengan program-program capres dan cawapres Prabowo Gibran di bidang Hukum, memiliki kesepahaman dan kesamaan untuk bantu masyarakat, Sabtu (20/1/2024).

Tim Hukum Merah Putih mencoba membantu dalam bidang hukum dengan memberikan konsultasi dan bantuan hukum gratis yang di adakan di RT 3 RW 6 Kecamatan kranji Kota Bekasi Jawa Barat, hal tersebut tentunya merupakan program-program yang di lakukan Presiden Joko Widodo khususnya di bidang hukum.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Aliansi Wartawan Indonesia Bangkit Bersama (AWIBB) Dika Mahardika pihaknya mendukung penuh apa yang menjadi gerakan dan program Team Hukum Merah Putih (THMP).

“Selagi itu positif dapat membantu masyarakat luas dan dapat mensejahterakan masyarakat, saya sangat mendukung penuh tindak tanduk yang dilakukan Tim Hukum Merah Putih,”Singkat Ketum AWIBB Dika Mahardika.

Dijelaskan oleh para pendiri THMP yang mengisi dan menghadiri penyelenggaraan berlangsung dan disampaikan arti dari hukum dan arti THMP Oleh Ketua THMP yang juga selaku Dewan Pengawas AWIBB Bekasi Raya DR. WELDY JEVIS SALEH, SH., MH.

Tim Hukum Merah Putih yang tergabung dalam Tim Kemenangan Nasional (TKN) Prabowo Gibran:

1.C.SUHADI,SH., MH. (KETUA UMUM)

2.KUNANG,SH., MH. (SEKERTARIS JENDRAL)

3.DR.WELDY JEVIS SALEH,SH., MH. (KETUA DPD BEKASI RAYA)

4.DR H.EDY GOZALY, SH., MH. (PEMBINA)

5.DIKA MAHAPUTRA, (KETUA UMUM AWIBB)

Dr. Weldy menyampaikan Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang bantuan hukum diantara lain Undang-Undang Bantuan Hukum, Undang-Undang Advokat, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum (selanjutnya disebut PP Bantuan Hukum), Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma.

“Pengaturan tentang bantuan hukum di 2 (dua) undang-undang yang berbeda yaitu :

Undang-Undang Bantuan Hukum dan Undang-Undang Advokat memberikan asumsi bahwa kedua undang-undang tersebut tumpang tindih.

Anggapan adanya benturan antar undang-undang tersebut kemudian menggerakkan beberapa pihak untuk menguji UndangUndang Bantuan Hukum yang kemudian oleh Mahkamah Konstitusi ditolak permohonannya melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 88/PUU-X/2012 atas uji materiil Undang-Undang Bantuan Hukum terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Bantuan Hukum merupakan sarana negara dalam merepresentatifkan fungsinya sebagai negara hukum, yang mana negara mempunyai wewenang dalam menentukan sarana terhadap aspekaspek penting pemberian bantuan hukum bagi masyarakat miskin atau kelompok masyarakat tertentu.

Aspek tersebut yaitu aspek perumusan aturan hukum, aspek pengawas terhadap mekanisme pemberian bantuan hukum, dan aspek pendidikan masyarakat agar aturan hukum yang sudah dibuat dapat dihayati.

1.Semangat yang terkandung dalam Undang-Undang Bantuan Hukum jelas berbeda dengan pemberian bantuan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Advokat.

Pemberian bantuan hukum di UndangUndang Advokat merupakan suatu hal yang bersifat melekat (inherent) bagi profesi yang fungsinya melayani kepentingan publik apalagi advokat yang dikenal sebagai officium nobile,”ujarnya

Dr. Weldy menjelaskan Negara membentuk aspek penting dalam menjalankan Bantuan Hukum melalui Undang-Undang Bantuan Hukum berhak menentukan siapa yang bisa memberikan bantuan hukum terhadap kelompok masyarakat miskin agar tercapainya access to law and justice salah satunya profesi advokat.

“Adanya Undang-Undang Bantuan Hukum bukanlah menjadi legal insecurity bagi pelaksanaan Bantuan Hukum, karena Undang-Undang Bantuan Hukum merupakan alat dari negara untuk implementasi bantuan hukum, bukan mencapur adukan istilah pemberian bantuan hukum sebagaimana halnya dalam Undang-Undang Advokat.

2.Selain advokat, yang dapat memberikan bantuan hukum adalah Paralegal, Mahasiswa fakultas hukum, dosen fakultas hukum yang terhimpun dalam suatu badan yang memenuhi persyaratan sebagai pemberi bantuan hukum sebagaimana tercantum pada Pasal 8 Undang-Undang Bantuan Hukum.

Hal tersebut menjadi permasalahan juga karena banyak instansi seperti kepolisian, pengadilan 2 Dheborah Rhode L mempertanyakan legal standing pemberi bantuan hukum selain advokat ketika memegang kuasa untuk menyelesaikan masalah pemohon bantuan hukum.

Ditambah lagi Pasal 31 Undang-Undang Advokat mengatakan bahwa setiap orang yang menjalankan tugas profesi layaknya advokat namun bukan advokat dapat dipidana.

Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Nomor 006/PUU-II-2004 untuk menegaskan bahwa profesi selain Advokat yang memenuhi syarat sebagai pemberi bantuan hukum berhak menerima kuasa untuk menghadap ke instansi tertentu dalam menangani kasus pemohon bantuan hukum dan menyatakan bahwa Pasal 31 UndangUndang Advokat bersifat diskriminatif dan tidak sesuai dengan UndangUndang Dasar 1945.

3.Undang-Undang Advokat merupakan peraturan yang mengatur syarat-syarat, hak dan kewajiban, menjadi anggota profesi advokat, yang memuat pengawasan terhadap pelaksanaan profesi advokat dalam memberikan jasa hukum,”jelasnya.

Lanjut, Baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Sedangkan Undang-Undang Bantuan Hukum merupakan instrument hukum negara untuk mengimplementasikan konsekuensi logis sebagai negara hukum yaitu adanya access to law and justice.

4.Undang-Undang Bantuan Hukum merupakan peraturan yang mengatur tentang syarat syarat dan teknis bantuan hukum bagi rakyat miskin, serta klasifikasi siapa saja yang dapat menjadi pemberi bantuan hukum.

5.Access to law and justice merupakan hal yang vital dan mandat terpenting dari United Nations Development Programme untuk mengurangi jumlah kemiskinan dan memperkuat pemerintahan yang demokratis.

Access to law and justice bukan sekedar meningkatkan akses ke pengadilan dan menjamin representasi hukum seseorang.

Akses terhadap keadilan didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk mencari dan memperoleh obat melalui lembaga formal atau informal keadilan bagi Tanggung Jawab Negara dan Advokat dalam memberikan bantuan hukum.

“keluhan sesuai dengan standar hak asasi manusia. Hal ini merupakan akses bagi masyarakat khususnya kelompok miskin terhadap mekanisme yang adil, efektif dan akuntabel untuk melindungi hak, menghindari penyalahgunaan adalah kemampuan masyarakat untuk memperoleh dan mendapatkan penyelesaian melalui mekanisme formal dan informal dalam sistem hukum serta kemampuan untuk memperoleh dan terlibat dalam proses pembuatan dan penerapan dan pelembagaan hukum.

Akses terhadap keadilan dalam konteks Indonesia mengacu pada keadaan dan proses di mana negara menjamin terpenuhinya hak-hak dasar berdasarkan UUD 1945 dan prinsip prinsip universal hak asasi manusia, dan menjamin akses bagi setiap warga negara (claim holder) agar dapat memiliki kemampuan untuk mengetahui, memahami, menyadari dan menggunakan hak-hak dasar tersebut melalui lembaga-lembaga formal maupun informal, didukung oleh keberadaan mekanisme keluhan publik (public complaint mechanism) yang mudah diakses masyarakat dan responsif, agar dapat memperoleh perlindungan hukum yang layak sesuai amanat undang-undang dasar 1945,”tutupnya.

Sumber : DPC AWIBB Bekasi Raya